Di sebuah sudut kota kecil, ada seorang lelaki paruh baya yang setiap hari menyusuri jalanan dengan sapu lidi di tangan. Dialah seorang petugas kebersihan. Orang-orang sering memanggilnya Pak Hasan. Setiap fajar menyingsing, sebelum hiruk-pikuk kendaraan memenuhi jalan, ia sudah berada di tempat kerjanya. Tak ada seragam mewah, hanya pakaian sederhana yang sudah pudar warnanya, dan topi lusuh yang setia menemaninya.
Pekerjaannya sederhana, tetapi hidup yang dijalani tidaklah mudah. Di balik setiap sapuan yang ia lakukan, ada cerita yang tak banyak orang tahu. Pak Hasan sering kali menjadi sasaran prasangka buruk. Ada yang menuduhnya mengambil barang yang hilang, ada yang mencurigainya merusak sesuatu, bahkan ada yang memandang rendah pekerjaannya seolah-olah tidak berarti. Setiap tuduhan itu ia terima dengan diam. Bukan karena ia tak mampu membela diri, tetapi karena ia tahu, suaranya tak akan didengar di tengah kebisingan dunia yang terburu-buru menghakimi.
Hatinya kadang perih, apalagi ketika ucapan-ucapan miring itu didengar oleh anak-anak kecil di sekitar rumahnya. Namun, kebutuhan hidup memaksanya untuk terus bertahan. Dari penghasilan yang tak seberapa, ia memberi makan keluarganya. Baginya, setiap keringat yang jatuh adalah pengorbanan untuk orang-orang yang ia cintai.
Ada hari-hari ketika ia duduk sebentar di tepi jalan, menghela napas panjang, dan bertanya dalam hati, “Apakah mereka tidak bisa melihat bahwa aku juga manusia, yang hanya ingin bekerja dengan tenang?” Tapi sesaat kemudian, ia kembali berdiri. Ia melanjutkan sapuannya dengan penuh kesabaran. Karena ia percaya, hidup bukan tentang bagaimana orang lain memandang kita, melainkan tentang seberapa tulus kita bertahan pada niat baik.
Pak Hasan tidak pernah berharap banyak. Ia hanya menaruh harapan kecil di sudut hatinya: semoga suatu hari nanti, ada perubahan dalam cara orang memandang. Semoga, orang-orang di sekitarnya belajar menanamkan rasa empati dan kepercayaan di hati mereka. Ia percaya, meski perlahan, kebaikan akan menemukan jalannya.
Di balik kesunyian sikapnya, tersimpan kekuatan besar. Kekuatan untuk tetap berdiri meski dihantam prasangka. Kekuatan untuk tetap bekerja demi keluarga walau dihina. Dan kekuatan untuk percaya bahwa Tuhan melihat apa yang tidak dilihat manusia.
Kisah Pak Hasan mengajarkan bahwa ketulusan tidak selalu terlihat. Ia seperti sapu yang setiap hari membersihkan jalan, tapi tidak pernah terlihat penting sampai jalan itu kotor kembali. Dunia butuh lebih banyak orang yang mau belajar melihat dengan hati, bukan hanya dengan mata.
Maka jika suatu hari Anda melewati seseorang seperti Pak Hasan, berhentilah sejenak. Lihatlah bukan sekadar sapu di tangannya, tetapi jiwa yang sabar, hati yang tabah, dan harapan yang terus menyala di tengah badai fitnah.
#Jalur3UINPalopo