Kemahasiswaan dan Kerja Sama

Kisah Nyata!! : Perjalanan Menuju Selamat

Di sebuah sudut kota yang ramai, hiduplah seorang mahasiswi perantau yang tengah berada di ujung perjuangannya. Ujian skripsi—penentu akhir dari perjalanan panjangnya di bangku kuliah—sudah semakin dekat. Di tengah persiapan dan tekanan yang menguras pikiran, sebuah ujian lain yang tak pernah ia duga datang menghampiri: penyakit.

Awalnya, ia mengira sakit itu hanyalah kelelahan biasa. “Aku pasti bisa melewati ini,” batinnya. Hari pertama ia masih mampu berbaring sambil memegang buku catatan. Hari kedua dan ketiga ia mulai merasa lemah, tetapi keyakinan untuk sembuh sendiri membuatnya bertahan. Namun, hari keempat, kelima, hingga ketujuh, tubuhnya semakin tak berdaya. Ia nyaris tak mampu bangkit dari tempat tidur di kos kecilnya.

Rasa kesepian semakin terasa. Hidup di perantauan memang mengajarkan kemandirian, tapi juga membuatnya sadar bahwa sakit adalah saat di mana seseorang benar-benar membutuhkan orang lain. Dengan sisa tenaga, ia menghubungi seorang teman dekat, berharap ada yang bisa membawanya ke rumah sakit. Sayangnya, temannya itu sudah lama pulang ke kampung halaman.

Tak menyerah, ia meminta sahabatnya untuk mencari bantuan lain. Pesan itu berpindah dari satu telinga ke telinga lain—seperti titipan doa yang mencari takdirnya. Hingga akhirnya, kabar itu sampai kepada seorang pimpinan di kota tersebut. Sosok ini dikenal bukan hanya karena jabatan dan wibawanya, tapi karena kepekaannya terhadap sekitar.

Begitu mendengar kondisi sang mahasiswi, sang pimpinan tidak berpikir panjang. Ia langsung menghubungi sopir pribadinya, memerintahkan untuk menyiapkan mobil dinas. Bukan untuk urusan rapat, bukan untuk agenda resmi, tapi untuk satu tujuan mulia: menyelamatkan nyawa seorang anak bangsa yang tengah berjuang meraih cita-cita.

Mobil dinas yang biasanya menjadi simbol kekuasaan, hari itu berubah menjadi kendaraan harapan. Di jok belakang, mahasiswi itu duduk lemah, namun matanya mulai berbinar. Bukan karena rasa sakitnya hilang, tapi karena ia merasakan bahwa masih ada orang yang peduli, bahkan seseorang yang mungkin belum pernah ia temui sebelumnya.

Setibanya di rumah sakit terbaik di kota itu, sang mahasiswi langsung mendapatkan penanganan cepat. Dokter dan perawat bergerak sigap. Dalam hati, ia mengucap syukur tak henti-henti—bukan hanya atas bantuan medis yang diterimanya, tapi juga atas tangan-tangan tulus yang mengantarnya ke sini.

Beberapa hari kemudian, kondisinya berangsur pulih. Ia kembali menatap masa depannya dengan semangat baru. Ia sadar, hari itu bukan hanya tubuhnya yang diselamatkan, tetapi juga keyakinannya bahwa kebaikan masih hidup di dunia ini.

Sang pimpinan mungkin menganggap tindakannya hanyalah hal kecil. Namun bagi mahasiswi itu, dan mungkin bagi kita semua yang mendengar kisah ini, tindakan itu adalah bukti bahwa kemanusiaan tidak pernah mengenal batas jabatan. Sebuah keputusan cepat, di waktu yang tepat, bisa mengubah seluruh jalan cerita seseorang.

Dan pada hari itu, di jalanan kota yang sibuk, sebuah mobil dinas melaju bukan sebagai kendaraan resmi pemerintahan, melainkan sebagai simbol kepedulian, pengorbanan, dan harapan.

#Jalur3UINPalopo

#KisahNyata

Tinggalkan komentar

Translate »