(oleh: Ayah Trioz)
Di era ketika berita bisa menyebar lebih cepat daripada niat baik, media sosial bukan lagi sekadar ruang hiburan—ia telah menjadi ruang pertarungan informasi, persepsi, dan bahkan emosi. Remaja, sebagai generasi yang tumbuh bersamaan dengan algoritma, punya kekuatan sekaligus kerentanan yang tidak main-main.
Kita hidup di masa di mana satu unggahan bisa mengubah opini publik, satu story bisa mencoreng reputasi, dan satu komentar bisa menghancurkan seseorang. Namun di balik layar, tak semua yang tampil memikat adalah nyata. Konten palsu, hoaks, dan framing yang menyesatkan muncul nyaris setiap hari. Yang mengkhawatirkan, mereka seringkali menyamar sebagai “konten viral”, “fakta mengejutkan”, atau “kisah inspiratif” padahal hanya bualan digital yang dibungkus estetika.
Lantas, bagaimana kita mencerdaskan diri di tengah arus deras konten digital ini?
Langkah pertama adalah berani jeda. Jangan terburu membagikan informasi hanya karena emosimu terusik. Jadilah generasi yang tak gampang terpancing judul, tapi mau baca isi. Jangan biarkan jempol lebih cepat dari akal sehatmu.
Langkah kedua, latih skeptis yang sehat. Tidak semua yang viral itu valid. Cek sumbernya. Cari konfirmasi. Kalau ragu, jangan bagikan. Lebih baik diam daripada ikut menyebarkan racun informasi.
Langkah ketiga, jadilah penebar terang, bukan pemantik api. Kamu bisa pakai media sosial untuk menyebar edukasi, bukan provokasi. Bukan berarti harus selalu bijak, tapi minimal tidak ikut memperkeruh keadaan.
Dan terakhir, bangun literasi digital sebagai bagian dari identitas remaja. Boleh jadi kamu jago edit video, update tren TikTok, atau bikin caption yang aesthetic. Tapi kalau kamu belum bisa membedakan mana informasi yang benar dan mana yang manipulatif, kamu hanya sedang keren di permukaan.
Allah SWT telah memberikan peringatan yang begitu jelas dalam Al-Qur’an:
> “Wahai orang-orang yang beriman! Jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka telitilah dengan cermat, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”
(QS. Al-Hujurat: 6)
Ayat ini tidak hanya berbicara tentang etika menyikapi informasi, tapi juga mengajarkan tanggung jawab moral sebagai pemilik akal dan iman.
Ingat, algoritma tidak punya moral. Tapi kamu punya nurani.
#jalur3UINPALOPO
mari cerdas bersosmed